Jumat, 31 Januari 2014

4 dan 9 dalam mitos Jepang

Kata mitos jepang, angka 4 dan 9 bukanlah angka yang baik, justru merupakan angka yang buruk. Angka 4 adalah angka kematian, sedangkan angka 9 adalah angka sial. 4 (shi) terdengar seperti 死 (shinu/mati) dan 9 (ku) seperti 苦 (kurushii/sengsara). Kemudian aku jadi kepikiran tentang Cecs Fabregas dan Jorge Lorenzo. Bukan orang Jepang sih. Entah mereka tau mitos itu apa enggak. Dan kayaknya nggak ada hubungannya..hahaha.

Cecs memakai nomor punggung dengan angka 4. Sedangkan Jorge memasang angka 99 di motornya.

Cesc Fabregas dengan angka 4. Digunakan sejak di Arsenal sampai kemudian pindah ke Barcelona. Katanya, angka itu diilhami dari nomor punggung idolanya, Pep Guardiola. Ini bukan angka yang buruk, buktinya Cesc baik-baik saja. Pas di Arsenal, dia itu jago banget bikin asssist. Kalau dapet operan dari dia, hampir pasti jadi gol. Terus di Barcelona dia juga keren. Timnya juara, menang terus. Dia bikin banyak gol, assistnya juga makin kece.

Kemudian angka 99 Jorge Lorenzo. Angka ini didapat dari hasil survey kepada para fansnya, akhirnya didapatlah angka 99. Sebelumnya dia memakai angka 48 yang merupakan angka pemberian manajer atau apanya begitu, tapi karena ada konflik makanya kemudian diganti. Selama ini Jorge baik-baik saja. Ya meski suka jatoh, bahkan secara ekstrim. Dia tidak ketiban sial, justru selalu dan selalu beruntung.

Vamos Cesc y Jorge!

Nggak nyambung kan....

Gerbong Wanita

Ya ampun, aku sudah ingin ngeblog soal ini sejak berapa juta waktu yang lalu. Lebay ya. Tepatnya sejak peristiwa "tragedi Bintaro 2", tabrakan antara truk tangki bbm dan krl di perlintasan sebidang di Bintaro. Gerbong yang paling banyak korbannya adalah gerbong wanita yang ada di belakang loko. Duh.. Jadi ingat Prameks pernah terguling, dan yang terguling adalah gerbong wanita yang ada di paling belakang.

Bukan salahnya kalau gerbong wanita yang kena. Gerbong wanita memang biasanya berada di paling depan atau paling belakang. Supaya gampang dicari, supaya gampang dituju, supaya gampang dikenali. Kalau berada di tengah, rasanya akan sulit diakses. Ya kalau dari luar masih bisa dikenali, misalnya warna gerbongnya pink. Kalau sudah di dalam gerbong, interiornya sepertinya sama.

Selama ini kalau naik kereta, Prameks, aku jarang di gerbong wanita. Kecuali kalau terpaksa, misalnya kursi kosong habis dan adanya di gerbong wanita. Itu baru aku kesana. Lagipula di Prameks gerbong wanita pun suka ada pria. Kondektur, penjual makanan, atau penumpang biasa yang tidak ketauan. Lebih enak di gerbong biasa kok kalau naik Prameks. Bisa bareng sama teman-teman dan pemandangannya lebih bervariasi :p

Tapi kalau krl, mending di gerbong wanita. Sesaknya minta ampun apalagi kalau jam sibuk. Penumpang pria kadang suka aneh-aneh. Jadi mending di gerbong wanita deh. Ada juga sih yang aneh-aneh, tapi setidaknya sesama wanita.

Ya semoga nggak ada lagi ya kecelakaan kereta semacam itu. Apalagi kalau yang kena tuh gerbong wanita, seremnya berlipat. Bukan soal pembedaan antara pria-wanita. Tapi aku jadi membayangkan diriku kalau di situasi itu.

Gempa!

Hari sabtu 25 Januari dan senin 27 Januari 2014, terjadi gempa di barat daya Kebumen, Jawa Tengah. Pada sabtu terjadi jam 12an siang dengan 6,5 SR. Gempa terasa sampai mana-mana. Jogja, Boyolali, Klaten, Solo, Batang, Malang, bahkan sampai Jakarta. Tidak ada peringatan bahaya khusus, tidak terjadi tsunami. Tapi tetap saja ada korban, ada rumah yang ambruk atau retak. Kemudian hari senin, menjelang tengah malam, jam 11an malam. Gempa lagi dengan pusat gempa yang sama. Kekuatannya 5,3 SR. Kali inipun terasa sampai mana-mana. Ada korban juga, rumah retak sampai rubuh.

Berapa kalipun merasakan gempa, rasanya tidak akan membuatku terbiasa. Tetap saja trauma. Tetap saja takut dan was-was.

Gempa di hari senin aku sedang berada di rumah, sedang asik nonton tv sekeluarga. Di luar sedang hujan gerimis. Kukira aku pusing, tapi ternyata ibuku juga merasa sama. Ini gempa! Kami langsung lari ke luar rumah. Membunyikan kentongan di pos ronda di depan rumah untuk memberitakukan keadaan bahaya, supaya waspada. Gempa berhenti. Hujan semakin deras, sangat deras. Kucing-kucingku dari tadi ada di beranda depan. Sepertinya mereka sudah tau, biasanya kan hewan sensitif tanda bencana. Mereka tenang saja bermain-main dan tiduran, aku jadi ikut tenang. Kalau mereka panik, pasti akan ada bahaya kan? Aku mengambil hp yang td tak sempat kubawa. Segera membuka twitter untuk cari tau. Socmed satu ini jago untuk pencarian peristiwa terkini, tapi harus pintar menyaring tentunya. Dari twit BMKG, gempa tadi 6,5 SR berpusat di barat daya Kebumen. Dari twit teman-teman di timeline, ternyata gempanya terasa sampai mana-mana. Nyaris merata di pulau Jawa. Tidak ada peringatan khusus, tidak ada tsunami, Merapi normal, tapi tetap harus waspada.

Gempa hari senin. Menjelang tengah malam, jam 11an. Aku sedang berada di kos. Di kamar, di depan lapy. Sedang stalking. Tiba-tiba aku merasa agak pening, lantai bergoyang, pagar di depan kamar berderak. Gempa! Aku langsung keluar kamar, menuju kamar yang lain karena aku takut. Sayangnya jam segitu sudah pada tidur dan sedang masa liburan. Kosan sepi. Tapi untungnya tetap masih ada teman, setidaknya aku tidak sendirian. Buru-buru kubuka twitter, ternyata gempa tadi pusatnya sama dengan gempa kemarin. Kali ini lebih rendah yaitu 5,3 SR. Semoga kawan-kawan Kebumen baik-baik saja. Tidak ada peringatan khusus, tidak ada tsunami karena skalanya tidak cukup untuk menggoyang lautan, Merapi normal. Tapi aku takut. Meski sudah tidak ada gempa, tapi rasanya masih ada gempa. Ini sih gara-gara gemetaran. Aku jadi sungkan tidur. Bagaimana kalau ada gempa susulan? Sesaat sebelum gempa, sinyal modem mendadak menghilang. Di luar hujan gerimis. Setelah gempa, sinyal kembali normal, hujan turun dengan sangat deras.

Ya Allah, lindungi kami. Lindungi malam kami. Berkahi tidur kami. Bangunkan kami di pagi hari seraya adzan subuh. Amin.

Pertama kali merasakan gempa adalah ketika SD. Aku lupa kelas berapa. Waktu itu siang hari, siang yang terik. Aku sedang di rumah sendirian. Tiba-tiba aku merasakan goncangan. Barang-barang jatuh dan bergeser. Aku tidak tau ada apa. Pikiranku ngawur sekali. Di pikiranku adalah, ada pocong yang sedang mengobrak-abrik atap rumahku kemudian menjatuhkan gulungan tikar-tikar. Aku takut. Aku langsung lari keluar, aku mau menyusul ibuku. Seingatku tadi ibu pamit mau beli beras di selepan. Jadi aku mau kesana menyusul ibu. Lari di siang bolong, panas terik, jalanan aspal tanpa alas kaki, bahkan aku meninggalkan rumah kosong begitu saja tanpa kututup pintunya. Aku lari dan langsung menuju ibuku yang sedang berkumpul dengan ibu-ibu lain di dekat selepan. Ibu bilang tadi adalah gempa, bangunan selepan saja sampai goyang-goyang. Aku lupa apa yang selanjutnya terjadi, pokoknya aku nggak mau jauh-jauh dari ibu. Entah apa dampak gempa itu. Dimana pusatnya, berapa skalanya, entahlah. Belum ada twitter, belum dibuat. Dari berita tv atau radio juga entahlah, lebih baik nonton kartun. Beberapa hari setelah itu, aku berkunjung ke tempat paman. Kemudian ada percakapan tentang gempa kemarin. Paman bilang gempanya karena ada naga yang bergerak di perut bumi. Naga? Di perut bumi? Entahlah.

Gempa kedua yang kuingat adalah tahun 2006, gempa Jogja. Saat itu adalah beberapa bulan setelah tsunami Aceh dan saat itu Merapi sedang bergejolak. Aku masih SMP. Itu adalah pagi hari, aku mau mandi karena harus ke sekolah. Kurang lebih jam enam. Aku baru masuk kamar mandi, hendak mandi. Baru saja menaruh handuk di gantungan. Saat itu aku merasa lantai kamar mandi bergoyang hebat, air di bak mandi tumpah, pojokan kamar mandi retak. Aku sampai harus berpegangan supaya tidak jatuh. Aku langsung keluar, menuju belakang rumah. Bersama seluruh keluargaku, kecuali adikku yang susah dibangunkan meski ibuku sudah teriak-teriak. Rumah bergoyang. Merinding. Gempa berhenti. Tidak ada masalah serius. Pojokan tembok kamar mandi yang retak nanti bisa ditambal, air yang tadi tumpah bisa diisi lagi. Adikku yang tadi tidur, harap segera bangun karena harus ke sekolah juga! Aku tidak tau tadi gempanya bagaimana. Tidak sempat memantau berita karena harus segera berangkat sekolah.


Di sekolah, aku bergunjing dengan teman-teman mengenai gempa tadi. Sama-sama kurang tau. Mungkin nanti di berita siang. Waktu itu sehabis ujian nasional, jadi tidak ada pelajaran. Dan pulang gasik! Puaslah bergunjing. Kemudian waktunya pulang. Aku naik angkot dan sialnya ngetem nunggu sampai angkotnya penuh. Tapi dari situ aku mendapat cerita-cerita menarik. Tempat angkot itu ngetem adalah di tepi jalan yang ramai. Lalu lintas kendaraan umum. Tapi kali ini beda. Banyak bus asing yang tiba-tiba lewat situ, ada juga truk-truk bak terbuka yang mengangkut orang-orang lewat disitu. Memangnya ada apa sih? Di dekat tempat ngetem angkot, ada satu truk bak terbuka yang berhenti. Truk itu mengangkut orang-orang, entah darimana. Mereka bilang ada tsunami. Jadi mereka mau menyelamatkan diri ke tempat aman, ke tempat tinggi, ke Merapi. Hah? Merapi kan sedang ngambek. Katanya lagi, air tsunaminya sudah sampai dekat sini. Heh? Memangnya gelombang tsunaminya sampai 100m atau gimana? Ini kan dataran tinggi? Aku pertama panik juga sih, tapi apa iya sih? Kalau memang sudah sampai segitunya pasti tadi aku sudah dijemput orangtuaku buat mengungsi, bukannya dibiarkan pulang naik angkot sendirian begini. Tapi nggak bener kok, nggak ada tsunami. Tapi mengingat tsunami Aceh baru terjadi beberapa bulan lalu, mungkin orang-orang itu ketakutan kalau akan terjadi hal yang sama. Siapa sih yang menyebarkan berita bohong yang bikin panik itu? Nggak kasian? Air yang dianggap air tsunami itu mungkin saja air selokan yang luber, atau ada pipa air yang bocor. Huh.

Satu kehebohan selesai. Setidaknya buatku. Sampai di rumah, kali ini aku benar-benar panik. Ini bukan berita bohong yang bikin panik. Ini serius. Aku baru tau kalau gempa tadi pusatnya di Jogja dan skalanya besar. Dikabari kalau rumah mbahku di Prambanan kena dampak sampai harus mengungsi, siapa yang tidak panik? Memang rumahnya tidak rubuh, tapi rumah di sekitarnya ada yang rubuh. Kemudian dapat kabar kalau rumah sepupuku di Bantul rubuh total. Astaga! Tapi agak ditenangkan karena saat gempa, sepupuku sedang berada di rumah orangtuanya jadi tidak ada korban. Kemudian melihat di berita tv, betapa porak porandanya akibat gempa tadi pagi. Sempat kukira karena Merapi, karena belakangan memang sedang bergejolak, tapi nyatanya Merapi baik-baik saja. Pusat gempa bukan di Merapi dan tidak berdampak ke gunung berapi aktif itu. Baik-baik ya Merapi sayang. Keesokan harinya, orangtuaku akan mengunjungi rumah mbah di Prambanan. Aku tidak boleh ikut, di rumah saja. Tidak akan ada apa-apa. Gempanya sudah bubar. Semoga mbah dan tanteku baik-baik saja. Salam sayang untuk mereka. Dan mereka baik-baik saja, meski harus mengungsi. Sebenarnya sih bukan mengungsi, cuman harus di luar rumah, di jalan depan rumah, kalau-kalau ada gempa susulan.

Setelah itu yang kuingat adalah aku merasakan gempa ketika kuliah. Saat maba, beberapa kali gempa. Rasanya aku ingin pulang, tapi kan harus kuliah. Kemudian di semester tiga, sehabis magrib ketika aku baru saja pulang habis jadi panitia ospek. Baru saja membuka pintu kos, gempa terjadi. Aku tidak jadi masuk, keluar kos lagi kali ini bersama dengan yang lain. Kaget. Baru saja sampai eh sambutannya gempa.

Apalagi ketika Merapi ngambek serius tahun 2010. Gempa kecil-kecil disertai gemuruh. Gempa kecil yang sering.

Kemudian entah berapa lagi. Dan yang terbaru adalah gempa di barat daya Kebumen.

Indonesia memang berada di jalur gempa kan? Mungkin memang tidak bisa terbiasa walau sering merasakan gempa. Tapi harus dibiasakan untuk selalu waspada. Aku mau punya tas darurat yang berisi apa-apa yang siap dibawa ketika terjadi gempa. Siap mengevakuasi diri.

Penutupnya apa ya? Semoga tidak ada gempa lagi? Tidak mungkin kan....

Kamis, 30 Januari 2014

cules


Taukah kamu asal muasal sebutan culés yang digunakan untuk menyebut fans Barcelona? Culés (bahasa catalan) culo (bahasa Spanyol) artinya bokong. dikatakan demikian karena karena yang terlihat dari luar stadion adalah bokong-bokong yang duduk di tembok stadion.
foto diambil dari http://gocartours.es/blog/wp-content/uploads/2013/01/FC-Barcelona-Les-Corts.jpg

Saking penuhnya stadion mungkin ya.. jadi penontonnya sampai duduk di pinggir-pinggir seperti itu. Semoga nanti Camp Nou yang baru bisa menampung lebih banyak penonton ya <3

visca barca

Terjebak di Lift

 
Beberapa waktu yang lalu aku terjebak di lift kampus. Ceritanya, aku dan temanku siang itu mau ke kampus untuk menghadiri sidang skripsi seorang kawan. Kami parkir motor di basement. Karena ruangannya ada di lantai 4 jadilah kami naik lift dari basement. Kalau naik tangga, gemporlah kaki.

Kami menunggu di depan lift, ada seorang lagi, seorang mbak-mbak. Ketika lift terbuka, kami bertiga langsung masuk. Aku memencet tombol di angka 4. Pintu lift tertutup, kemudian bergerak.


Tiba-tiba lampu mati. Lift berhenti bergerak. Pengap. Tombol darurat di lift menyala, langsung kupencet. Sesaat kemudian mati total. Tidak ada tombol yabg berfungsi. Kami kaget, panik. Terutama mbak-mbak yang bersama kami. Aku mencoba tenang. Hp tidak berfungsi, samasekali tidak ada sinyal. Samasekali tidak ada! Aku mulai pusing. Lift tidak lagi diam, tapi terasa naik turun. Pusing dan agak mual.

Ayolah lift ini harus segera berfungsi kembali. Setidaknya lampu daruratnya menyala. Haduh, jangan lama-lama terjebak di lift. Sudah mulai rebutan oksigen nih. Semakin pengap dan sesak.

Kamudian lampu menyala. Lift bergerak naik, lalu terbuka di lantai 1. Rasanya ingin kabur dan melanjutkan dengan naik tangga saja. Di lantai 1 itu ada pegawai TU di kajur-ku. Dia masuk ke lift dan berkata kalau semua akan baik-baik saja, tadi cuma mati lampu.

Cuma?

Di dalam lift, dia bercerita kalau hari ini lift ini sudah beberapa kali mati. Astaga. Kalau mati lagi gimana?

Lantai 4. Rasanya aku ingin teriak "AKU BEBAS". Kami semua turun di lantai itu. Kepalaku pening, perutku mual, nafasku agak sesak, jalanku agak sempoyongan.

Kami segera menuju ruang sidang teman kami. Kemudian dengan bersemangat meceritakan kejadian tadi. Untung saja aku tidak trauma.

Tapi, jangan naik lift sendirian!

Beberapa waktu kemudian, aku dan teman-temanku mau naik lift lagi. Kali ini turun dari lantai 4 sampai basement. Bisa sih turun tangga, nggak terlau capek juga. Tapi ka harus memanfaatkan fasilitas kampus. Waktu itu ada seorang dosen yang ikut naik. Dia bercerita tentang lift ini.

Katanya, suara lift ini berisik. Jelas sekali kalau jarang diservice. Hadeeh. Dosen itu sebenarnya mau turun lewat tangga, tapi karena ada teman untuk naik lift jadi mau bareng. Dia tidak mau naik lift sendirian karena habis terjebak di lift!

10 menit kalo tidak salah. Lamanya.. Sampai kehabisan nafas karena di lift kan oksigennya terbatas. Untung saja sendirian, jadi bisa monopoli oksigen. Coba kalau barengan, rebutan kan. Kalau barengan kan kalau lift mati ada temannya. Tapi rebutan oksigen. Haduhh

Dosen itu juga bercerita kalau baru saja ada kejadian 4 mahasiswa terjebak di lift sampai 30 menit! Nggak ketauan  sampai salah satu diantaranya kemudian dapet sinyal buat hubungi keluarganya. Trus keluarganya dateng ke kampus dan liftnya dibuka paksa. Pas kebuka, mereka udah pada lemes. Kalau nggak ketauan gimana ya? "yo layat" kata dosen itu. Waktu itu di lift ada 6 orang, kalau lift mati...kayaknya hanya butuh 5 menit buat kehabisan oksigen.

Tapi untung tidak ada cerita lift mati. Pokoknya pengalaman terjebak di lift waktu itu harus jadi yang pertama dan terakhir! Jangan ada lagi deh, amit amit jabang bayi...

Bayangpun kalau ada kejadian separah itu di kampus. Bukannya kampus itu adalah tempat mencetak generasi emas masa depan bangsa? Kalau harus berakhir konyol terjebak di lift, itu konyol sekali. Sia-sia.

Mohon untuk semua pengelola gedung yang ada lift nya. Mohon rutin diservice dan diperhatikan standar keamanannya. Trims.