Hari sabtu 25 Januari dan senin 27 Januari 2014, terjadi gempa di barat daya Kebumen, Jawa
Tengah. Pada sabtu terjadi jam 12an siang dengan 6,5 SR. Gempa terasa
sampai mana-mana. Jogja, Boyolali, Klaten, Solo, Batang, Malang, bahkan
sampai Jakarta. Tidak ada peringatan bahaya khusus, tidak terjadi
tsunami. Tapi tetap saja ada korban, ada rumah yang ambruk atau retak.
Kemudian hari senin, menjelang tengah malam, jam 11an malam. Gempa lagi
dengan pusat gempa yang sama. Kekuatannya 5,3 SR. Kali inipun terasa
sampai mana-mana. Ada korban juga, rumah retak sampai rubuh.
Berapa kalipun merasakan gempa, rasanya tidak akan membuatku terbiasa. Tetap saja trauma. Tetap saja takut dan was-was.
Gempa di hari senin aku sedang berada di rumah, sedang asik nonton tv
sekeluarga. Di luar sedang hujan gerimis. Kukira aku pusing, tapi
ternyata ibuku juga merasa sama. Ini gempa! Kami langsung lari ke luar
rumah. Membunyikan kentongan di pos ronda di depan rumah untuk
memberitakukan keadaan bahaya, supaya waspada. Gempa berhenti. Hujan
semakin deras, sangat deras. Kucing-kucingku dari tadi ada di beranda
depan. Sepertinya mereka sudah tau, biasanya kan hewan sensitif tanda
bencana. Mereka tenang saja bermain-main dan tiduran, aku jadi ikut
tenang. Kalau mereka panik, pasti akan ada bahaya kan? Aku mengambil hp
yang td tak sempat kubawa. Segera membuka twitter untuk cari tau. Socmed
satu ini jago untuk pencarian peristiwa terkini, tapi harus pintar
menyaring tentunya. Dari twit BMKG, gempa tadi 6,5 SR berpusat di barat
daya Kebumen. Dari twit teman-teman di timeline, ternyata gempanya
terasa sampai mana-mana. Nyaris merata di pulau Jawa. Tidak ada
peringatan khusus, tidak ada tsunami, Merapi normal, tapi tetap harus
waspada.
Gempa hari senin. Menjelang tengah malam, jam 11an. Aku sedang berada
di kos. Di kamar, di depan lapy. Sedang stalking. Tiba-tiba aku merasa
agak pening, lantai bergoyang, pagar di depan kamar berderak. Gempa! Aku
langsung keluar kamar, menuju kamar yang lain karena aku takut.
Sayangnya jam segitu sudah pada tidur dan sedang masa liburan. Kosan
sepi. Tapi untungnya tetap masih ada teman, setidaknya aku tidak
sendirian. Buru-buru kubuka twitter, ternyata gempa tadi pusatnya sama
dengan gempa kemarin. Kali ini lebih rendah yaitu 5,3 SR. Semoga
kawan-kawan Kebumen baik-baik saja. Tidak ada peringatan khusus, tidak
ada tsunami karena skalanya tidak cukup untuk menggoyang lautan, Merapi
normal. Tapi aku takut. Meski sudah tidak ada gempa, tapi rasanya masih
ada gempa. Ini sih gara-gara gemetaran. Aku jadi sungkan tidur.
Bagaimana kalau ada gempa susulan? Sesaat sebelum gempa, sinyal modem
mendadak menghilang. Di luar hujan gerimis. Setelah gempa, sinyal
kembali normal, hujan turun dengan sangat deras.
Ya Allah, lindungi kami. Lindungi malam kami. Berkahi tidur kami. Bangunkan kami di pagi hari seraya adzan subuh. Amin.
Pertama kali merasakan gempa adalah ketika SD. Aku lupa kelas berapa.
Waktu itu siang hari, siang yang terik. Aku sedang di rumah sendirian.
Tiba-tiba aku merasakan goncangan. Barang-barang jatuh dan bergeser. Aku
tidak tau ada apa. Pikiranku ngawur sekali. Di pikiranku adalah, ada
pocong yang sedang mengobrak-abrik atap rumahku kemudian menjatuhkan
gulungan tikar-tikar. Aku takut. Aku langsung lari keluar, aku mau
menyusul ibuku. Seingatku tadi ibu pamit mau beli beras di selepan. Jadi
aku mau kesana menyusul ibu. Lari di siang bolong, panas terik, jalanan
aspal tanpa alas kaki, bahkan aku meninggalkan rumah kosong begitu saja
tanpa kututup pintunya. Aku lari dan langsung menuju ibuku yang sedang
berkumpul dengan ibu-ibu lain di dekat selepan. Ibu bilang tadi adalah
gempa, bangunan selepan saja sampai goyang-goyang. Aku lupa apa yang
selanjutnya terjadi, pokoknya aku nggak mau jauh-jauh dari ibu. Entah
apa dampak gempa itu. Dimana pusatnya, berapa skalanya, entahlah. Belum
ada twitter, belum dibuat. Dari berita tv atau radio juga entahlah,
lebih baik nonton kartun. Beberapa hari setelah itu, aku berkunjung ke
tempat paman. Kemudian ada percakapan tentang gempa kemarin. Paman
bilang gempanya karena ada naga yang bergerak di perut bumi. Naga? Di
perut bumi? Entahlah.
Gempa kedua yang kuingat adalah tahun 2006, gempa Jogja. Saat itu
adalah beberapa bulan setelah tsunami Aceh dan saat itu Merapi sedang
bergejolak. Aku masih SMP. Itu adalah pagi hari, aku mau mandi karena
harus ke sekolah. Kurang lebih jam enam. Aku baru masuk kamar mandi,
hendak mandi. Baru saja menaruh handuk di gantungan. Saat itu aku merasa
lantai kamar mandi bergoyang hebat, air di bak mandi tumpah, pojokan
kamar mandi retak. Aku sampai harus berpegangan supaya tidak jatuh. Aku
langsung keluar, menuju belakang rumah. Bersama seluruh keluargaku,
kecuali adikku yang susah dibangunkan meski ibuku sudah teriak-teriak.
Rumah bergoyang. Merinding. Gempa berhenti. Tidak ada masalah serius.
Pojokan tembok kamar mandi yang retak nanti bisa ditambal, air yang tadi
tumpah bisa diisi lagi. Adikku yang tadi tidur, harap segera bangun
karena harus ke sekolah juga! Aku tidak tau tadi gempanya bagaimana.
Tidak sempat memantau berita karena harus segera berangkat sekolah.
Di sekolah, aku bergunjing
dengan teman-teman mengenai gempa tadi. Sama-sama kurang tau. Mungkin
nanti di berita siang. Waktu itu sehabis ujian nasional, jadi tidak ada
pelajaran. Dan pulang gasik! Puaslah bergunjing. Kemudian waktunya
pulang. Aku naik angkot dan sialnya ngetem nunggu sampai angkotnya
penuh. Tapi dari situ aku mendapat cerita-cerita menarik. Tempat angkot
itu ngetem adalah di tepi jalan yang ramai. Lalu lintas kendaraan umum.
Tapi kali ini beda. Banyak bus asing yang tiba-tiba lewat situ, ada juga
truk-truk bak terbuka yang mengangkut orang-orang lewat disitu.
Memangnya ada apa sih? Di dekat tempat ngetem angkot, ada satu truk bak
terbuka yang berhenti. Truk itu mengangkut orang-orang, entah darimana.
Mereka bilang ada tsunami. Jadi mereka mau menyelamatkan diri ke tempat
aman, ke tempat tinggi, ke Merapi. Hah? Merapi kan sedang ngambek.
Katanya lagi, air tsunaminya sudah sampai dekat sini. Heh? Memangnya
gelombang tsunaminya sampai 100m atau gimana? Ini kan dataran tinggi?
Aku pertama panik juga sih, tapi apa iya sih? Kalau memang sudah sampai
segitunya pasti tadi aku sudah dijemput orangtuaku buat mengungsi,
bukannya dibiarkan pulang naik angkot sendirian begini. Tapi nggak bener
kok, nggak ada tsunami. Tapi mengingat tsunami Aceh baru terjadi
beberapa bulan lalu, mungkin orang-orang itu ketakutan kalau akan
terjadi hal yang sama. Siapa sih yang menyebarkan berita bohong yang
bikin panik itu? Nggak kasian? Air yang dianggap air tsunami itu mungkin
saja air selokan yang luber, atau ada pipa air yang bocor. Huh.
Satu
kehebohan selesai. Setidaknya buatku. Sampai di rumah, kali ini aku
benar-benar panik. Ini bukan berita bohong yang bikin panik. Ini serius.
Aku baru tau kalau gempa tadi pusatnya di Jogja dan skalanya besar.
Dikabari kalau rumah mbahku di Prambanan kena dampak sampai harus
mengungsi, siapa yang tidak panik? Memang rumahnya tidak rubuh, tapi
rumah di sekitarnya ada yang rubuh. Kemudian dapat kabar kalau rumah
sepupuku di Bantul rubuh total. Astaga! Tapi agak ditenangkan karena
saat gempa, sepupuku sedang berada di rumah orangtuanya jadi tidak ada
korban. Kemudian melihat di berita tv, betapa porak porandanya akibat
gempa tadi pagi. Sempat kukira karena Merapi, karena belakangan memang
sedang bergejolak, tapi nyatanya Merapi baik-baik saja. Pusat gempa
bukan di Merapi dan tidak berdampak ke gunung berapi aktif itu.
Baik-baik ya Merapi sayang. Keesokan harinya, orangtuaku akan
mengunjungi rumah mbah di Prambanan. Aku tidak boleh ikut, di rumah
saja. Tidak akan ada apa-apa. Gempanya sudah bubar. Semoga mbah dan
tanteku baik-baik saja. Salam sayang untuk mereka. Dan mereka baik-baik
saja, meski harus mengungsi. Sebenarnya sih bukan mengungsi, cuman harus
di luar rumah, di jalan depan rumah, kalau-kalau ada gempa susulan.
Setelah itu yang kuingat adalah aku merasakan gempa ketika kuliah.
Saat maba, beberapa kali gempa. Rasanya aku ingin pulang, tapi kan harus
kuliah. Kemudian di semester tiga, sehabis magrib ketika aku baru saja
pulang habis jadi panitia ospek. Baru saja membuka pintu kos, gempa
terjadi. Aku tidak jadi masuk, keluar kos lagi kali ini bersama dengan
yang lain. Kaget. Baru saja sampai eh sambutannya gempa.
Apalagi ketika Merapi ngambek serius tahun 2010. Gempa kecil-kecil disertai gemuruh. Gempa kecil yang sering.
Kemudian entah berapa lagi. Dan yang terbaru adalah gempa di barat daya Kebumen.
Indonesia memang berada di jalur gempa kan? Mungkin memang tidak bisa
terbiasa walau sering merasakan gempa. Tapi harus dibiasakan untuk
selalu waspada. Aku mau punya tas darurat yang berisi apa-apa yang siap
dibawa ketika terjadi gempa. Siap mengevakuasi diri.
Penutupnya apa ya? Semoga tidak ada gempa lagi? Tidak mungkin kan....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar