Jumat, 31 Januari 2014

Gempa!

Hari sabtu 25 Januari dan senin 27 Januari 2014, terjadi gempa di barat daya Kebumen, Jawa Tengah. Pada sabtu terjadi jam 12an siang dengan 6,5 SR. Gempa terasa sampai mana-mana. Jogja, Boyolali, Klaten, Solo, Batang, Malang, bahkan sampai Jakarta. Tidak ada peringatan bahaya khusus, tidak terjadi tsunami. Tapi tetap saja ada korban, ada rumah yang ambruk atau retak. Kemudian hari senin, menjelang tengah malam, jam 11an malam. Gempa lagi dengan pusat gempa yang sama. Kekuatannya 5,3 SR. Kali inipun terasa sampai mana-mana. Ada korban juga, rumah retak sampai rubuh.

Berapa kalipun merasakan gempa, rasanya tidak akan membuatku terbiasa. Tetap saja trauma. Tetap saja takut dan was-was.

Gempa di hari senin aku sedang berada di rumah, sedang asik nonton tv sekeluarga. Di luar sedang hujan gerimis. Kukira aku pusing, tapi ternyata ibuku juga merasa sama. Ini gempa! Kami langsung lari ke luar rumah. Membunyikan kentongan di pos ronda di depan rumah untuk memberitakukan keadaan bahaya, supaya waspada. Gempa berhenti. Hujan semakin deras, sangat deras. Kucing-kucingku dari tadi ada di beranda depan. Sepertinya mereka sudah tau, biasanya kan hewan sensitif tanda bencana. Mereka tenang saja bermain-main dan tiduran, aku jadi ikut tenang. Kalau mereka panik, pasti akan ada bahaya kan? Aku mengambil hp yang td tak sempat kubawa. Segera membuka twitter untuk cari tau. Socmed satu ini jago untuk pencarian peristiwa terkini, tapi harus pintar menyaring tentunya. Dari twit BMKG, gempa tadi 6,5 SR berpusat di barat daya Kebumen. Dari twit teman-teman di timeline, ternyata gempanya terasa sampai mana-mana. Nyaris merata di pulau Jawa. Tidak ada peringatan khusus, tidak ada tsunami, Merapi normal, tapi tetap harus waspada.

Gempa hari senin. Menjelang tengah malam, jam 11an. Aku sedang berada di kos. Di kamar, di depan lapy. Sedang stalking. Tiba-tiba aku merasa agak pening, lantai bergoyang, pagar di depan kamar berderak. Gempa! Aku langsung keluar kamar, menuju kamar yang lain karena aku takut. Sayangnya jam segitu sudah pada tidur dan sedang masa liburan. Kosan sepi. Tapi untungnya tetap masih ada teman, setidaknya aku tidak sendirian. Buru-buru kubuka twitter, ternyata gempa tadi pusatnya sama dengan gempa kemarin. Kali ini lebih rendah yaitu 5,3 SR. Semoga kawan-kawan Kebumen baik-baik saja. Tidak ada peringatan khusus, tidak ada tsunami karena skalanya tidak cukup untuk menggoyang lautan, Merapi normal. Tapi aku takut. Meski sudah tidak ada gempa, tapi rasanya masih ada gempa. Ini sih gara-gara gemetaran. Aku jadi sungkan tidur. Bagaimana kalau ada gempa susulan? Sesaat sebelum gempa, sinyal modem mendadak menghilang. Di luar hujan gerimis. Setelah gempa, sinyal kembali normal, hujan turun dengan sangat deras.

Ya Allah, lindungi kami. Lindungi malam kami. Berkahi tidur kami. Bangunkan kami di pagi hari seraya adzan subuh. Amin.

Pertama kali merasakan gempa adalah ketika SD. Aku lupa kelas berapa. Waktu itu siang hari, siang yang terik. Aku sedang di rumah sendirian. Tiba-tiba aku merasakan goncangan. Barang-barang jatuh dan bergeser. Aku tidak tau ada apa. Pikiranku ngawur sekali. Di pikiranku adalah, ada pocong yang sedang mengobrak-abrik atap rumahku kemudian menjatuhkan gulungan tikar-tikar. Aku takut. Aku langsung lari keluar, aku mau menyusul ibuku. Seingatku tadi ibu pamit mau beli beras di selepan. Jadi aku mau kesana menyusul ibu. Lari di siang bolong, panas terik, jalanan aspal tanpa alas kaki, bahkan aku meninggalkan rumah kosong begitu saja tanpa kututup pintunya. Aku lari dan langsung menuju ibuku yang sedang berkumpul dengan ibu-ibu lain di dekat selepan. Ibu bilang tadi adalah gempa, bangunan selepan saja sampai goyang-goyang. Aku lupa apa yang selanjutnya terjadi, pokoknya aku nggak mau jauh-jauh dari ibu. Entah apa dampak gempa itu. Dimana pusatnya, berapa skalanya, entahlah. Belum ada twitter, belum dibuat. Dari berita tv atau radio juga entahlah, lebih baik nonton kartun. Beberapa hari setelah itu, aku berkunjung ke tempat paman. Kemudian ada percakapan tentang gempa kemarin. Paman bilang gempanya karena ada naga yang bergerak di perut bumi. Naga? Di perut bumi? Entahlah.

Gempa kedua yang kuingat adalah tahun 2006, gempa Jogja. Saat itu adalah beberapa bulan setelah tsunami Aceh dan saat itu Merapi sedang bergejolak. Aku masih SMP. Itu adalah pagi hari, aku mau mandi karena harus ke sekolah. Kurang lebih jam enam. Aku baru masuk kamar mandi, hendak mandi. Baru saja menaruh handuk di gantungan. Saat itu aku merasa lantai kamar mandi bergoyang hebat, air di bak mandi tumpah, pojokan kamar mandi retak. Aku sampai harus berpegangan supaya tidak jatuh. Aku langsung keluar, menuju belakang rumah. Bersama seluruh keluargaku, kecuali adikku yang susah dibangunkan meski ibuku sudah teriak-teriak. Rumah bergoyang. Merinding. Gempa berhenti. Tidak ada masalah serius. Pojokan tembok kamar mandi yang retak nanti bisa ditambal, air yang tadi tumpah bisa diisi lagi. Adikku yang tadi tidur, harap segera bangun karena harus ke sekolah juga! Aku tidak tau tadi gempanya bagaimana. Tidak sempat memantau berita karena harus segera berangkat sekolah.


Di sekolah, aku bergunjing dengan teman-teman mengenai gempa tadi. Sama-sama kurang tau. Mungkin nanti di berita siang. Waktu itu sehabis ujian nasional, jadi tidak ada pelajaran. Dan pulang gasik! Puaslah bergunjing. Kemudian waktunya pulang. Aku naik angkot dan sialnya ngetem nunggu sampai angkotnya penuh. Tapi dari situ aku mendapat cerita-cerita menarik. Tempat angkot itu ngetem adalah di tepi jalan yang ramai. Lalu lintas kendaraan umum. Tapi kali ini beda. Banyak bus asing yang tiba-tiba lewat situ, ada juga truk-truk bak terbuka yang mengangkut orang-orang lewat disitu. Memangnya ada apa sih? Di dekat tempat ngetem angkot, ada satu truk bak terbuka yang berhenti. Truk itu mengangkut orang-orang, entah darimana. Mereka bilang ada tsunami. Jadi mereka mau menyelamatkan diri ke tempat aman, ke tempat tinggi, ke Merapi. Hah? Merapi kan sedang ngambek. Katanya lagi, air tsunaminya sudah sampai dekat sini. Heh? Memangnya gelombang tsunaminya sampai 100m atau gimana? Ini kan dataran tinggi? Aku pertama panik juga sih, tapi apa iya sih? Kalau memang sudah sampai segitunya pasti tadi aku sudah dijemput orangtuaku buat mengungsi, bukannya dibiarkan pulang naik angkot sendirian begini. Tapi nggak bener kok, nggak ada tsunami. Tapi mengingat tsunami Aceh baru terjadi beberapa bulan lalu, mungkin orang-orang itu ketakutan kalau akan terjadi hal yang sama. Siapa sih yang menyebarkan berita bohong yang bikin panik itu? Nggak kasian? Air yang dianggap air tsunami itu mungkin saja air selokan yang luber, atau ada pipa air yang bocor. Huh.

Satu kehebohan selesai. Setidaknya buatku. Sampai di rumah, kali ini aku benar-benar panik. Ini bukan berita bohong yang bikin panik. Ini serius. Aku baru tau kalau gempa tadi pusatnya di Jogja dan skalanya besar. Dikabari kalau rumah mbahku di Prambanan kena dampak sampai harus mengungsi, siapa yang tidak panik? Memang rumahnya tidak rubuh, tapi rumah di sekitarnya ada yang rubuh. Kemudian dapat kabar kalau rumah sepupuku di Bantul rubuh total. Astaga! Tapi agak ditenangkan karena saat gempa, sepupuku sedang berada di rumah orangtuanya jadi tidak ada korban. Kemudian melihat di berita tv, betapa porak porandanya akibat gempa tadi pagi. Sempat kukira karena Merapi, karena belakangan memang sedang bergejolak, tapi nyatanya Merapi baik-baik saja. Pusat gempa bukan di Merapi dan tidak berdampak ke gunung berapi aktif itu. Baik-baik ya Merapi sayang. Keesokan harinya, orangtuaku akan mengunjungi rumah mbah di Prambanan. Aku tidak boleh ikut, di rumah saja. Tidak akan ada apa-apa. Gempanya sudah bubar. Semoga mbah dan tanteku baik-baik saja. Salam sayang untuk mereka. Dan mereka baik-baik saja, meski harus mengungsi. Sebenarnya sih bukan mengungsi, cuman harus di luar rumah, di jalan depan rumah, kalau-kalau ada gempa susulan.

Setelah itu yang kuingat adalah aku merasakan gempa ketika kuliah. Saat maba, beberapa kali gempa. Rasanya aku ingin pulang, tapi kan harus kuliah. Kemudian di semester tiga, sehabis magrib ketika aku baru saja pulang habis jadi panitia ospek. Baru saja membuka pintu kos, gempa terjadi. Aku tidak jadi masuk, keluar kos lagi kali ini bersama dengan yang lain. Kaget. Baru saja sampai eh sambutannya gempa.

Apalagi ketika Merapi ngambek serius tahun 2010. Gempa kecil-kecil disertai gemuruh. Gempa kecil yang sering.

Kemudian entah berapa lagi. Dan yang terbaru adalah gempa di barat daya Kebumen.

Indonesia memang berada di jalur gempa kan? Mungkin memang tidak bisa terbiasa walau sering merasakan gempa. Tapi harus dibiasakan untuk selalu waspada. Aku mau punya tas darurat yang berisi apa-apa yang siap dibawa ketika terjadi gempa. Siap mengevakuasi diri.

Penutupnya apa ya? Semoga tidak ada gempa lagi? Tidak mungkin kan....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar